Skip to content Skip to footer

Bisnis Syariah

Halal

Produk yang dijual harus produk halal
Dalam bisnis Syariah, konsep bisnis yang pertama harus ditanamkan adalah produk yang dijual tidak lah produk yang diharamkan dalam syariat Islam misalnya babi, bangkai, darah, khamar (minuman keras), trafficking (perdangan manusia), masyir (perjudian) dan juga pelacuran.

Ijab qobul

Adanya Ijab dan Qobul
Dengan adanya ijab qobul, maka kejelasan akan didapat baik dari penjual dan pembelinya. Dan dengan adanya ijab qobul, maka akan timbul juga kesepakatan Bersama, tawaran juga penerimaan antara penjual dan pembeli. Jadi, suatu bentuk transaksi akan sempurna.

Bebas Riba

Bisnisnya tidak ada unsur riba
konsep bisnis Syariah ini harus terbebas dari unsur riba. Segala sesuatu “tambahan keuntungan” yang mana diterima dengan tanpa bisa dibenarkan oleh salah satu pihak dalam suatu transaksi perdagangan, disebut dengan riba al-fadl,

Tidak Ghahar & Maysir

Mesti terbebas dari ghahar dan masyir
Ghahar adalah unsur ketidakjelasan dalam transaksi. Ini artinya ada sesuatu yang disembunyikan. Masyir adalah unsur untung-untungan yang mengandung perjudian. Artinya dalam tiap transaksinya harus lah jelas, baik itu dari segi akad ataupun implikasi yang ditimbulkan dari akad itu.

Adil

Harus adil dalam perdagangannya
Konsep bisnis Syariah yang terakhir adalah harus adil dalam perdagangannya dan bebas dari aniaya. Artinya tidak ada yang berlaku kesewenang-wenangan dalam praktek bisnisnya.

Sistem pemasaran berjenjang atau Multi Level Marketing (MLM) sedang menjadi sorotan sebagai salah satu pemutar roda ekonomi di Indonesia. Bicara tentang network marketing,

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) telah mengeluarkan fatwa tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah (PLBS).
Bisnis MLM merupakan salah satu bisnis modern yang tidak ada di zaman Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itulah terdapat banyak perbedaan pendapat mengenai hukum bisnis MLM. Ada yang menghalalkan, ada yang mengharamkan MLM secara keseluruhan. Ada juga pendapat yang mengatakan halal atau haram, bergantung pada sistem yang diterapkan dalam MLM tersebut.


Pendapat ketiga ini sepertinya pendapat yang lebih tepat, karena dalam prakteknya dari sekitar 600 perusahaan MLM yang terdapat di Indonesia, masing-masing menerapkan sistem yang berbeda. Ada sistem binary, breakaway, unilevel, viral marketing, skema ponzi, dan sebagainya. Dari seluruh MLM yang ada, 66 di antaranya sudah resmi terdaftar di Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI). Dari jumlah tersebut hanya 6 yang sudah mendapat Sertifikat Syariah dari MUI, satu di antaranya adalah K-LINK.


Perbedaan pendapat mengenai hukum MLM ini semakin tajam dengan adanya kerancuan istilah antara MLM dengan money game di kalangan masyarakat. Pemasaran berjenjang pada hakikatnya adalah sebuah sistem distribusi barang. Banyaknya bonus didapat dari omset penjualan yang didistribusikan melalui jaringannya.


Sedangkan money game menurut fatwa DSN MUI No. 75/DSN MUI/VII/2009 adalah kegiatan penghimpunan dana masyarakat atau penggandaan uang dengan praktik memberikan komisi dan bonus dari hasil perekrutan/pendaftaran mitra usaha yang baru/bergabung kemudian, dan bukan dari hasil penjualan produk, atau dari hasil penjualan produk namun produk yang dijual tersebut hanya kamuflase atau tidak mempunyai mutu/kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan .

Dr. Setiawan Budi Utomo dalam tulisannya di laman dakwatuna.com menyatakan :
The Islamic Food and Nutrition of America (IFANCA) telah mengeluarkan edaran tentang produk MLM halal dan dibenarkan oleh agama yang ditandatangani langsung oleh Presiden IFANCA M. Munir Chaudry, Ph.D. IFANCA mengingatkan untuk meneliti kehalalan suatu bisnis MLM sebelum bergabung atau menggunakannya dengan mengkaji aspek :

  1. Marketing Plan. Adakah unsur skema piramida? Unsur piramida memungkinkan distributor yang lebih dulu bergabung selalu diuntungkan dengan mengurangi hak distributor di bawahnya sehingga merugikan downline dan hukumnya haram.
  2. Track Record. Apakah perusahaan MLM tersebut memiliki track record positif atau tiba-tiba muncul, terutama jika mengundang banyak kontroversi.
  3. Produk. Apakah produknya mengandung zat-zat haram? Apakah mendapatkan jaminan untuk ditukar apabila produk cacat produksi.
  4. Investasi Berlebihan. Apabila perusahaan menekankan target penghimpunan dana dan menganggap bahwa produk tidak penting atau hanya sebagai kedok, terutama jika modal awal seperti uang pendaftarannya cukup besar. Ini patut dicurigai sebagai arisan berantai (money game) yang menyerupai judi.
  5. Sistem Kerja. Telitilah skema kerja sebagai distributor terutama jika perusahaan MLM tersebut menjanjikan kaya mendadak tanpa bekerja.

Di Indonesia, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) sebagai lembaga resmi yang diakui pemerintah RI dan melibatkan ulama dari berbagai Ormas Islam telah mengeluarkan fatwa yang dapat dijadikan sebagai salah satu referensi untuk menentukan halal haramnya sebuah perusahaan yang bergerak dalam bisnis MLM.


Dalam fatwa yang ditandatangani oleh Ketua DSN MUI DR. KH. Sahal Mahfudz dan Sekretaris KH. Drs. Ichwan Sam pada tanggal 25 Juli 2009, dijelaskan ada 12 persyaratan bagi MLM terkategori sesuai syariah, yaitu :

  1. Ada obyek transaksi riil yang diperjualbelikan berupa barang atau produk jasa;
  2. Barang atau produk jasa yang diperdagangkan bukan sesuatu yang diharamkan dan atau yang dipergunakan untuk sesuatu yang haram;
  3. Transaksi dalam perdagangan tidak mengandung unsur gharar, maysir, riba’, dharar, dzulm, maksiat;
  4. Tidak ada kenaikan harga/biaya yang berlebihan (excessive mark-up), sehingga merugikan konsumen karena tidak sepadan dengan kualitas;
  5. Komisi yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota, besaran maupun bentuknya harus berdasarkan prestasi kerja yang terkait langsung dengan volume atau nilai hasil penjualan produk, dan harus menjadi pendapatan utama mitra usaha dalam PLBS;
  6. Bonus yang diberikan oleh perusahaan kepada anggota harus jelas jumlahnya, saat transaksi (akad) sesuai dengan target penjualan barang dan atau produk jasa yang ditetapkan perusahaan;
  7. Tidak boleh ada komisi atau bonus secara pasif yang diperoleh secara reguler tanpa melakukan pembinaan dan atau penjualan barang dan atau jasa;
  8. Pemberian komisi atau bonus oleh perusahaan kepada anggota (mitra usaha) tidak menimbulkan ighra’.
  9. Tidak ada eksploitasi dan ketidakadilan dalam pembagian bonus antara anggota pertama dengan anggota berikutnya;
  10. Sistem perekrutan, bentuk penghargaan dan acara seremonial yang dilakukan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan aqidah, syariah dan akhlak mulia, seperti syirik, kultus, maksiat dan sebagainya;
  11. Setiap mitra usaha yang melakukan perekrutan keanggotaan wajib membina dan mengawasi anggota yang direkrutnya;
  12. Tidak melakukan kegiatan money game.

Demikianlah fatwa ulama mengenai MLM, semoga tulisan ini bermanfaat.
Wallahu a’lam bish showab.


(HM. Sofwan Jauhari Lc, M.Ag.)
Dosen Pembantu Ketua (Puket) Sekolah Tinggi Ilmu Ushulluddin Al-Hikmah. Meraih gelar S1 Syariah dari Universitas Imam Muhammad, Riyadh. Dan mendapatkan gelar Master dalam bidang Ekonomi Islam dari Universitas Muhammadiyah Jakrta. Saat ini tercatat sebagai anggota Dewan Sayariah Nasional (DSN) MUI.

Syariah Preneur adalah orang-orang yang menjadi entrepreneur (wirausaha) yang patuh pada prinsip syariah dalam muamalah/berbisnis. K-Link mewadahi aktivitas ini dengan membuka peluang untuk bergabung di dalam komunitas Syariah Preneur untuk berbisnis di Digital Network Marketing K-Link

Banyak yang berpendapat bahwa bisnis Syariah itu susah dan ribet. Namun sebenarnya, tidak juga. Memang ada yang langsung mengerutkan keningnya saat diajak berbicara tentang bisnis Syariah. 

Langsung terbayang bagaimana konsep bisnis Syariah ini yang pembukuannya dikenal rumit dan juga dengan istilah bahasa Arabnya yang sulit dimengerti. Untuk itu, kita akan membantu anda semua yang ingin tahu lebih dalam apa itu bisnis Syariah dan konsepnya.

Secara bahasa, Al-Syari’ah (Syariat) artinya sumber air minum atau jalan yang lurus. Sedangkan secara istilah sendiri, Syariah bermakna perundang-undangan yang diturunkan oleh Allah SWT melalui Rosulullah SAW untuk seluruh umat-Nya, baik yang menyangkut ibadah, makanan, minuman, akhlak, pakaian, sampai dengan muamalah guna mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Nah, bisnis sendiri adalah salah satu bentuk muamalah (hubungan antar manusia dalam aspek kehidupan) yang dibenarkan dalam agama Islam, yakni sebagai sebuah usaha yang menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, bisnis Syariah adalah sebuah aktifitas usaha yang mana didasarkan pada aturan yang sudah tertuang dalam Al-Qur’an, Hadist, Qiyas dan juga Ijma.

Video Belajar Syariah

Kewajiban Mencari Rizki yang Halal

Ustadz Abdul Somad, Lc., MA

Bekerja dan Berbisnis Adalah Ibadah

Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, M.Sc

Membuka Pintu Barokah Dengan Bisnis Syariah

Ust. Fahmi Salim Zubair, Lc. MA

Artikel Syariah